Siswa Sekolah Rakyat Harus Dipandang Sebagai Anak Hebat dan Terpilih
Anggota Komisi VIII DPR RI Atalia Praratya saat meninjau sentra pendidikan Sekolah Rakyat di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (26/7/2025). Foto: Arief/vel
PARLEMENTARIA, Yogyakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI Atalia Praratya menegaskan pentingnya pemenuhan hak-hak anak di Sekolah Rakyat. Ia menyebut anak-anak di lembaga pendidikan alternatif tersebut harus dipandang sebagai anak-anak hebat dan terpilih yang berhak mendapatkan perlakuan manusiawi, adil, dan lingkungan belajar yang nyaman.
Penegasan tersebut disampaikan Atalia usai meninjau sentra pendidikan Sekolah Rakyat di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (26/7/2025).
“Kami melihat bagaimana anak-anak dimanusiakan. Mereka harus bisa tinggal dan belajar dengan nyaman serta mendapatkan perlakuan yang adil,” ujar Atalia.
Politisi Fraksi Partai Golkar itu menyampaikan bahwa Komisi VIII DPR RI memiliki perhatian serius terhadap pemenuhan dan perlindungan hak anak, terutama dalam sistem pendidikan alternatif seperti Sekolah Rakyat. Ia menilai perlu adanya pengaturan interaksi yang sesuai bagi anak-anak yang berada di sentra, guna menjamin kenyamanan dan keamanan mereka.
“Anak-anak dengan kondisi kesehatan mental tertentu sebaiknya diberikan ruang yang tepat. Ini bukan soal diskriminasi, tetapi demi kenyamanan dan pengembangan anak-anak lain juga,” terangnya.
Atalia juga menyoroti pentingnya rasio ideal antara jumlah anak dan wali asuh di Sekolah Rakyat. Ia menekankan bahwa keberadaan wali asuh sangat penting sebagai figur pengganti orang tua dalam kehidupan anak-anak di lingkungan asrama.
“Idealnya satu wali asuh membimbing lima anak. Dengan begitu, perhatian dan pembinaan bisa lebih optimal,” jelasnya.
Dari hasil peninjauan di sejumlah Sekolah Rakyat di Jawa Tengah dan Yogyakarta, Atalia mengapresiasi kenyamanan dan fasilitas yang telah tersedia. Salah satu aspek yang dinilainya positif adalah kondisi kamar anak-anak yang telah dilengkapi pendingin ruangan, dengan kapasitas dua hingga tiga anak per kamar. Namun demikian, ia tetap mendorong adanya peningkatan fasilitas di beberapa sentra lainnya, khususnya ruang belajar dan tempat mencuci pakaian.
“Ada ruang yang sangat kecil hingga tidak memungkinkan adanya meja belajar. Tempat cuci pakaian juga perlu diperbaiki. Tapi saya tidak setuju jika mereka diberikan mesin cuci. Mereka harus belajar hidup mandiri. Pembiasaan untuk merapikan kamar, mencuci pakaian, dan membersihkan peralatan makan adalah bagian dari pendidikan karakter yang harus ditanamkan,” ujarnya.
Kepada Parlementaria, Atalia menambahkan bahwa yang menarik dari kunjungan tersebut adalah banyak anak-anak yang justru merasa betah dan nyaman tinggal di sentra. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang tidak menyatakan kerinduan berlebih terhadap keluarga karena merasa diperlakukan dengan sangat baik.
“Justru di situlah tantangannya. Mereka harus tetap dipersiapkan menjadi anak-anak yang tangguh, bersyukur, dan berprestasi. Jangan sampai fasilitas yang diberikan sia-sia,” tambahnya.
Atalia berharap pemerintah dan seluruh pemangku kebijakan terus memberikan perhatian pada aspek-aspek tersebut demi menciptakan generasi muda yang tidak hanya cerdas, tetapi juga tangguh dan percaya diri. (afr/aha)